Halaman

Powered By Blogger

Sabtu, 29 Desember 2012


BERNIAT    DALAM   BERAMAL
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .
[رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة

Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin al-Khaththab radiallahuanhu, dia berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: ‘Sesungguhnya setiap  perbuatan itu tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.’” [1]

Sebuah rangkaian hadist ar’bain pertama yang memberikan kita sebuah pedoman  bahwa
"Sesungguhnya Seluruh Amalan Itu Bergantung Pada Niatnya"

Dalam rangkain hadist arbain pertama terdapat beberapa lafadz dalam sabda rassulullah saw  karena lafadz العمل dan النية dalam bentuk tunggal mencakup seluruh jenis amalan dan niat. Di dalam sabda beliau [Sesungguhnya seluruh amalan itu bergantung pada niatnya dan setiap orang akan mendapatkan ganjaran sesuai dengan apa yang diniatkannya] terkandung pembatasan.

Karena lafadz "innama" merupakan salah satu lafadz pembatas seperti yang dijelaskan oleh ahli bahasa. Pembatasan tersebut mengharuskan setiap amalan dilandasi dengan niat, Terdapat beberapa pendapat mengenai maksud sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam بالنيات لعمالإنما.ا
Pendapat pertama, mengatakan sesungguhnya maksud dari sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ات _ ال بالني _ إنما العم yaitu keabsahan dan diterimanya suatu amalan adalah karena niat yang melandasinya, sehingga sabda beliau ini berkaitan dengan keabsahan suatu amalan dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam selanjutnya امرئ ما نوى لكل وإنما maksudnya adalah seseorang akan mendapatkan ganjaran dari amalan yang dia kerjakan sesuai dengan niat yang melandasi amalnya. Pendapat kedua mengatakan bahwa sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam إنما العمال بالنيات menerangkan bahwa sebab terjadi suatu amalan adalah dengan niat, karena segala amalan yang dilakukan seseorang mesti dilandasi dengan keinginan dan maksud untuk beramal, dan itulah
niat. 
Maka faktor pendorong terwujudnya suatu amalan, baik amalan yang baik maupun yang buruk adalah keinginan hati untuk melakukan amalan tersebut. Apabila hati ingin melakukan suatu amalan dan kemampuan untuk melakukannya ada, maka amalan tersebut akan terlaksana. Sehingga maksud sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ات _ ال بالني _ ا العم _ إنم adalah amalan akan terwujud dan terlaksana dengan sebab adanya niat, yaitu keinginan hati untuk melakukan amalan tersebut. Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki kandungan bahwa ganjaran pahala akan diperoleh oleh seseorang apabila niatnya benar, apabila niatnya benar maka amalan tersebut merupakan amalan yang shalih. Pendapat yang kuat adalah pendapat pertama, karena niat berfungsi mengesahkan suatu amalan dan sabda beliau [Sesungguhnya seluruh amalan itu bergantung pada niatnya dan setiap orang akan mendapatkan ganjaran sesuai dengan apa yang diniatkannya] adalah penjelasan terhadap perkara-perkara yang dituntut oleh syari'at bukan sebagai penjelas terhadap seluruh perkaraperkara yang terjadi. Kesimpulannya, pendapat terkuat dari dua tafsiran ulama di atas mengenai maksud dari sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam [Sesungguhnya seluruh amalan itu bergantung pada niatnya] adalah keabsahan amalan ditentukan oleh niat dan setiap orang mendapatkan ganjaran dan pahala sesuai dengan apa yang diniatkan.

Makna niat
Kata انِّيَّاتِ adalah bentuk jamak dari kata ‘niyyat’, yang secara bahasa berarti maksud dan tujuan. Adapun secara istilah syar’i artinya: kuatnya hati untuk melakukn suatu ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa-ta‘ala. Tempat munculnya niat adalah hati, dan niat (pada dasarnya) adalah perbuatan hati yang tidak ada kaitannya dengan amalan anggota tubuh lainnya (seperti mulut).
Tujuan adanya niat dalam suatu ibadah adalah untuk menjadi pembeda antara suatu perbuatan yang hanya merupakan adat kebiasaan (yang tidak bernilai pahala) dengan suatu amal ibadah (yang bernilai pahala). Tujuan lainnya adalah untuk menjadi pembeda antara ibadah yang satu dengan ibadah yang lainnya.
Dalam firman Allah Azza Wa Jalla makna dari niat mengandung dua makna, makna pertama niat yang berkaitan dengan ibadah manusia yaitu Niat dengan pengertian semacam ini sering digunakan ahli fikih dalam pembahasan hukum-hukum ibadah yaitu ketika mereka menyebutkan syarat-syarat suatu ibadah, semisal perkataan mereka "Syarat pertama dari ibadah ini adalah adanya niat" Niat dalam perkataan mereka tersebut adalah niat dengan makna yang pertama, yaitu niat yang berkaitan dengan zat ibadah itu sendiri sehingga dapat dibedakan dengan ibadah yang lain

Makna kedua  niat berkaitan dengan Zat yang disembah manusia yaitu memurnikan hati, niat dan amal hanya kepada Allah 'azza wa jalla.
Beberapa Faedah (Pelajaran) Dalam Hadits Arbain pertama:
1. Satu hadits tentang inti ajaran Islam, sebab kebanyakan ulama berkata: “Inti ajaran Islam kembali kepada dua hadits; pertama hadits ini, dan kedua, hadits ‘Aisyah, di mana beliau bersabda: ‘Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal darinya, maka dia tertolak.’” [2]Hadits yang pertama ini adalah rujukan serta timbangan amalan hati, sedangkan hadits ‘Aisyah merupakan rujukan untuk amalan lahiriah.
2. Kita wajib menentukan niat bagi masing-masing ibadah, juga wajib membedakan antara ibadah dan mu’amalah, berdasarkan sabda beliau Shallallahu’alaihi wasallam; “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya,” seperti orang yang akan melaksanakan shalat Zhuhur, maka ia harus berniat akan shalat Zhuhur, hingga bisa dibedakan dari yang lainnya.
3.  Mendorong kita untuk selalu ikhlas kepada Allah Subhanahu wa-ta‘ala, sebab Nabi Shallallahu’alaihi wasallam telah membagi manusia kepada dua macam. Pertama: manusia yang menginginkan dengan amalnya wajah Allah Subhanahu wa-ta‘ala dan balasan hari akhirat. Kedua: sebaliknya. Hal ini jelas sekali, Beliau Shallallahu’alaihi wasallam sangat menganjurkan kita untuk selalu ikhlas kepada-Nya.
4. Indahnya metode pengajaran Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, Nampak dari ragamnya penjelasan beliau serta pembagian materi yang rinci, (dengan harapan, para Sahabat memahami maksud dari ungkapan beliau). Di saat beliau bersabda: “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya,” maka yang beliau maksudkan adalah kepada amalan. Dan di saat beliau bersabda: “Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan,” maka yang beliau maksudkan adalah kepada hasil dari niatnya.
1] HR. Al-Bukhari, kitab Bad-ul Wahyi, bab: Kaifa Kaana Bad-ul wahyi ilaa Rasuulillahi Shallallahu’alaihi wasallam, (no. 1). Muslim, kitab al-Imaarah, bab: Qauluhu saw Innamal A’maalu binniyyah wa Annahu yadkhulu fiihi al-Ghazwu wa Gharihi minal A’maali, (no.1907 (155)).
[2] HR. Al-Bukhari, kitab as-Sulhu bab Idza Isthalahuu ‘ala Sulhi Juurin fash Shulhu Marduudun (no. 2647). Muslim, kitab alaqdhiyyah, bab Naqdhul Ahkaamil Baathilah, wa Raddul Muhdataatil Umuur, (no. 1718 (17)).

 by : TRSU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar