BERNIAT
DALAM BERAMAL
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ
الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه
وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ
كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ
وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ
يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .
[رواه إماما المحدثين أبو
عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين
مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب
المصنفة
Dari
Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin al-Khaththab radiallahuanhu, dia berkata:
“Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
‘Sesungguhnya setiap perbuatan itu tergantung niatnya. Dan sesungguhnya
setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang
hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka
hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya
karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka
hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.’” [1]
Sebuah rangkaian hadist ar’bain
pertama yang memberikan kita sebuah pedoman bahwa
"Sesungguhnya Seluruh Amalan Itu
Bergantung Pada Niatnya"
Dalam rangkain hadist
arbain pertama terdapat beberapa lafadz dalam sabda rassulullah saw karena lafadz
العمل
dan النية dalam bentuk tunggal mencakup seluruh jenis amalan dan niat. Di dalam
sabda beliau [Sesungguhnya seluruh amalan itu bergantung pada niatnya dan
setiap orang akan mendapatkan ganjaran sesuai dengan apa yang diniatkannya]
terkandung pembatasan.
Karena lafadz "innama" merupakan
salah satu lafadz pembatas seperti yang dijelaskan oleh ahli bahasa. Pembatasan tersebut
mengharuskan setiap amalan dilandasi dengan niat, Terdapat beberapa pendapat
mengenai maksud sabda Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam بالنيات لعمالإنما.ا
Pendapat pertama, mengatakan sesungguhnya maksud
dari sabda Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam ات _ ال بالني _ إنما العم yaitu keabsahan
dan diterimanya suatu amalan adalah karena niat yang melandasinya, sehingga
sabda beliau ini berkaitan dengan keabsahan suatu amalan dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam selanjutnya امرئ ما نوى لكل وإنما maksudnya adalah seseorang akan mendapatkan
ganjaran dari amalan yang dia kerjakan sesuai dengan niat yang melandasi
amalnya. Pendapat kedua mengatakan bahwa sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam إنما العمال
بالنيات menerangkan bahwa sebab terjadi suatu amalan adalah dengan niat, karena
segala amalan yang dilakukan seseorang mesti dilandasi dengan keinginan dan
maksud untuk beramal, dan itulah
niat.
Maka faktor pendorong terwujudnya suatu amalan,
baik amalan yang baik maupun yang buruk adalah keinginan hati untuk melakukan
amalan tersebut. Apabila hati ingin melakukan suatu amalan dan kemampuan untuk
melakukannya ada, maka amalan tersebut akan terlaksana. Sehingga maksud sabda
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ات _ ال بالني
_ ا العم _ إنم adalah amalan akan
terwujud dan terlaksana dengan sebab adanya niat, yaitu keinginan hati untuk
melakukan amalan tersebut. Dan sabda Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam memiliki kandungan
bahwa ganjaran pahala akan diperoleh oleh seseorang apabila niatnya benar,
apabila niatnya benar maka amalan tersebut merupakan amalan yang shalih. Pendapat
yang kuat adalah pendapat pertama, karena niat berfungsi mengesahkan suatu
amalan dan sabda beliau [Sesungguhnya seluruh amalan itu bergantung pada
niatnya dan setiap orang akan mendapatkan ganjaran sesuai dengan apa yang diniatkannya]
adalah penjelasan terhadap perkara-perkara yang dituntut oleh syari'at bukan
sebagai penjelas terhadap seluruh perkaraperkara yang terjadi. Kesimpulannya,
pendapat terkuat dari dua tafsiran ulama di atas mengenai maksud dari sabda beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam [Sesungguhnya seluruh amalan itu bergantung pada
niatnya] adalah
keabsahan amalan ditentukan oleh niat dan setiap orang mendapatkan ganjaran dan pahala sesuai dengan apa yang diniatkan.
Makna niat
Kata انِّيَّاتِ adalah bentuk jamak dari kata
‘niyyat’, yang secara bahasa berarti maksud dan tujuan. Adapun secara istilah
syar’i artinya: kuatnya hati untuk melakukn suatu ibadah dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa-ta‘ala. Tempat munculnya
niat adalah hati, dan niat (pada dasarnya) adalah perbuatan hati yang tidak ada
kaitannya dengan amalan anggota tubuh lainnya (seperti mulut).
Tujuan adanya niat dalam suatu ibadah adalah untuk menjadi pembeda
antara suatu perbuatan yang hanya merupakan adat kebiasaan (yang tidak bernilai
pahala) dengan suatu amal ibadah (yang bernilai pahala). Tujuan lainnya adalah
untuk menjadi pembeda antara ibadah yang satu dengan ibadah yang lainnya.
Dalam firman Allah Azza Wa Jalla makna dari niat
mengandung dua makna, makna pertama niat
yang berkaitan dengan ibadah manusia yaitu Niat dengan pengertian semacam ini sering
digunakan ahli fikih dalam pembahasan hukum-hukum ibadah yaitu ketika mereka menyebutkan
syarat-syarat suatu ibadah, semisal perkataan mereka "Syarat pertama dari ibadah ini
adalah adanya niat" Niat
dalam perkataan mereka tersebut adalah niat dengan makna yang pertama, yaitu
niat yang berkaitan dengan zat ibadah itu sendiri sehingga dapat dibedakan dengan
ibadah yang lain
Makna kedua
niat berkaitan dengan Zat yang disembah manusia yaitu memurnikan hati,
niat dan amal hanya kepada Allah 'azza wa jalla.
Beberapa Faedah (Pelajaran) Dalam Hadits
Arbain pertama:
1. Satu hadits tentang inti ajaran Islam, sebab kebanyakan
ulama berkata: “Inti ajaran Islam kembali kepada dua hadits; pertama hadits
ini, dan kedua, hadits ‘Aisyah, di mana beliau bersabda: ‘Siapa yang
mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal darinya, maka dia
tertolak.’” [2]Hadits yang pertama ini adalah rujukan serta timbangan amalan
hati, sedangkan hadits ‘Aisyah merupakan rujukan untuk amalan lahiriah.
2. Kita wajib menentukan niat bagi masing-masing ibadah,
juga wajib membedakan antara ibadah dan mu’amalah, berdasarkan sabda
beliau Shallallahu’alaihi wasallam; “Sesungguhnya setiap perbuatan
tergantung niatnya,” seperti orang yang akan melaksanakan shalat Zhuhur, maka
ia harus berniat akan shalat Zhuhur, hingga bisa dibedakan dari yang lainnya.
3. Mendorong kita untuk selalu ikhlas kepada Allah Subhanahu wa-ta‘ala, sebab Nabi Shallallahu’alaihi wasallam telah membagi manusia kepada dua macam. Pertama: manusia
yang menginginkan dengan amalnya wajah Allah Subhanahu
wa-ta‘ala dan balasan hari akhirat. Kedua: sebaliknya. Hal ini jelas sekali,
Beliau Shallallahu’alaihi wasallam sangat menganjurkan kita untuk selalu ikhlas kepada-Nya.
4. Indahnya metode pengajaran Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, Nampak dari ragamnya
penjelasan beliau serta pembagian materi yang rinci, (dengan harapan, para Sahabat
memahami maksud dari ungkapan beliau). Di saat beliau bersabda: “Sesungguhnya
setiap perbuatan tergantung niatnya,” maka yang beliau maksudkan adalah kepada
amalan. Dan di saat beliau bersabda: “Dan sesungguhnya setiap orang (akan
dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan,” maka yang beliau maksudkan adalah
kepada hasil dari niatnya.
1] HR. Al-Bukhari, kitab Bad-ul Wahyi, bab: Kaifa Kaana Bad-ul
wahyi ilaa Rasuulillahi Shallallahu’alaihi
wasallam, (no. 1). Muslim, kitab al-Imaarah, bab: Qauluhu saw Innamal
A’maalu binniyyah wa Annahu yadkhulu fiihi al-Ghazwu wa Gharihi minal A’maali,
(no.1907 (155)).
[2] HR. Al-Bukhari, kitab as-Sulhu bab Idza Isthalahuu ‘ala
Sulhi Juurin fash Shulhu Marduudun (no. 2647). Muslim, kitab alaqdhiyyah, bab
Naqdhul Ahkaamil Baathilah, wa Raddul Muhdataatil Umuur, (no. 1718 (17)).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar